Sumber : Denis Gingras, Ph.D.
Dalam artikel ini kami akan memperkenalkan ilmu kimia zat-zat nutraseutikal (nutraceutical) dan menjelaskan bagaimana molekul-molekul ini dapat memiliki sifat-sifat antikanker dari makanan-makanan tertentu. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, mengonsumsi buah-buahan dan sayuran telah lama dipromosikan sebagai cara membantu mengurangi risiko kanker. Maka bisa dikatakan bahwa makanan-makanan ini merupakan sumber penting bagi molekul-molekul antikanker.
Bila penelitian kami untuk mengidentifikasi molekul-molekul bioaktif ini memang mendukung kebenaran tentang adanya senyawa-senyawa antikanker pada makanan-makanan ini, maka hal ini akan membantu para ilmuwan lain untuk mengungkap sejumlah bahan lain yang kaya akan molekul-molekul antikanker, molekul-molekul yang punya peran vital dalam mencegah kanker.
BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN: JAUH LEBIH HEBAT DARIPADA VITAMIN!
Dalam istilah nutrisi, pangan yang kita konsumsi pada umumnya dibagi menjadi dua kategori: makronutrien, yang mencakup karbohidrat, protein, dan lipid (lemak-lemak); serta mikronutrien, pada umumnya dirumuskan sebagai vitamin dan mineral. Namun sesungguhnya gambaran ini tidak lengkap. Buah-buahan dan sayuran mengandung cukup banyak senyawa-senyawa yang kurang cocok dengan gambaran itu. Senyawa-senyawa ini tergolong dalam kelas molekul lain: fitokimia, dari kata Yunani phyto atau tumbuhan. Fitokimia adalah molekul-molekul yang bertanggung-jawab atas warna dan sifat-sifat organoleptik (sifat-sifat yang memengaruhi organ-organ dan pancaindra) yang khas—bukan saja pada buah-buahan dan sayuran, melainkan juga berbagai minuman dan rempah-rempah yang sering digunakan dalam tradisi masak-memasak etnis tertentu.
Warna merah cerah buah beri misalnya, bau khas bawang putih, dan rasa sepat yang kuat saat kita menyeruput minuman coklat atau teh, semua merupakan sifat yang langsung berkaitan dengan adanya berbagai senyawa fitokimia dalam bahan pangan itu. Senyawa-senyawa semacam ini tersedia melimpah: maka pola makan yang berisi sejumlah besar buah, sayuran, dan minuman herba seperti teh atau red wine mengandung sekitar 1 hingga 2 gram senyawa fitokimia. Jumlah ini setara dengan asupan harian sekitar 5.000 hingga 10.000 jenis fitokimia yang berbeda! Angka yang tidak boleh dianggap enteng, karena kandungan fitokimia dalam buah dan sayuran sudah jelas menjadi kehebatan utama bahan pangan ini.
Sampai beberapa tahun terakhir masih ada anggapan kuat bahwa vitamin, mineral dan serat adalah satu-satunya bahan-bahan yang bertanggung jawab atas efek-efek bermanfaat buah-buahan dan sayuran dalam mencegah penyakit kronis, seperti kanker. Namun, hasil-hasil penelitian terbaru mulai meragukan pendapat terdahulu itu. Sekarang semakin jelas bahwa perlindungan buah dan sayuran terhadap kanker terutama karena kandungan fitokimianya.
Tak pernah ada studi klinis yang mampu menunjukkan bahwa dosis amat besar vitamin dapat membantu memberikan efek pencegahan terhadap kanker atau penyakit kronis lain. Hasil-hasil studi yang dilakukan di bidang ini justru menunjukkan hasil yang sebaliknya: ada peningkatan risiko kematian yang berkaitan dengan konsumsi dosis tinggi vitamin tambahan.
Misalnya, dua studi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara efek konsumsi dosis tinggi vitamin A atau beta-karoten (molekul yang diubah menjadi vitamin A di dalam tubuh kita) dengan risiko para perokok untuk menderita kanker paru-paru.
Hasilnya adalah asupan setiap hari vitamin ini tidak menurunkan risiko kematian akibat kanker. Sebaliknya, risiko-risiko justru meningkat (28% lebih banyak pada kasus kanker dan 17% lebih banyak dalam menyebabkan kematian pada para peserta yang menerima suplemen vitamin dalam salah satu penelitian itu).
Efek negatif suplemen yang mengandung vitamin dosis tinggi telah pula diamati pada kelompok non-perokok. Sebuah penelitian lain memperlihatkan amat sedikit atau tidak adanya efek positif terhadap perkembangan kanker saluran lambung usus (kanker kolorektal, hati, pankreas, dan lambung).
Tragisnya, satu-satunya efek yang diamati adalah adanya sedikit kenaikan angka kematian. Yang lebih merisaukan lagi, menurut salah satu penelitian yang berbeda, menelan 400 IU tambahan vitamin E per hari juga tercatat menyebabkan sedikit kenaikan angka kematian secara umum.
Bila Anda merasa sulit memenuhi dosis rekomendasi harian tanpa mengonsumsi suplemen-suplemen tersebut, Anda perlu mengambil langkah tegas untuk mengurangi dosis tablet itu sebanyak mungkin. Konon, satu-satunya hasil penelitian yang membuktikan adanya efek pencegahan suplemen vitamin dalam memerangi kanker justru diperoleh dari percobaan yang menggunakan konsentrasi vitamin yang setara dengan jumlah konsentrasi vitamin alamiah dalam bahan pangan.
RAMUAN FITOKIMIA: PERSENJATAAN YANG TERDIRI ATAS MOLEKUL-MOLEKUL ANTIKANKER
Senyawa fitokimia adalah molekul-molekul yang memungkinkan tumbuh-tumbuhan membela diri dari serangan infeksi dan kerusakan yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, serangga, atau predator lain. Tumbuh-tumbuhan itu tidak mampu melarikan diri dari para penyerangnya, karena itu mereka harus mengembangkan sistem pertahanan yang canggih untuk melawan efek-efek merugikan dari para penyerang di lingkungannya.
Fitokimia yang dihasilkan oleh tumbuhan memiliki sifat-sifat antibakteri, antijamur, dan mematikan serangga. Fitokimia juga mampu memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh para penyerang dan memungkinkan tumbuhan itu untuk bertahan hidup di lingkungan yang tidak bersahabat. Misalnya, ketika buah-buah anggur di cabang-cabang pohon diserang oleh mikroorganisme tertentu, tumbuhan itu mengeluarkan sejumlah besar zat yang berfungsi sebagai fungisida untuk melawan efek-efek negatif parasit tersebut.
Karena produksi fitokimia terjadi langsung begitu tumbuhan merasa “stres”, kita bisa memperkirakan bahwa tumbuhan yang dibudidayakan secara alami, tanpa menggunakan pestisida buatan, cenderung lebih rentan terhadap serangan sehingga mengandung lebih banyak molekul-molekul pertahanan diri.
Peran perlindungan berbagai senyawa fitokimia ini tidak terbatas hanya memberika efek bagi kesehatan tumbuhan! Molekul-molekul ini juga memainkan bagian sangat penting dalam sistem pertahanan tubuh kita dalam melawan kanker.
Penelitian yang memusatkan perhatian pada senyawa-senyawa yang diisolasi dari makanan-makanan telah menunjukkan bahwa sejumlah besar senyawa itu mampu merusak urutan peristiwa yang memicu lahirnya sebuah tumor. Karena itu, senyawa ini dapat dimanfaatkan menjadi senjata terhebat kita dalam memerangi penyebaran kanker.
Semua tumbuhan mengandung sejumlah senyawa fitokimia dengan kadar yang amat beragam. Memang, kandungan fitokimia inilah yang bertanggung jawab atas sifat-sifat organoleptik yang sangat khas bagi bahan pangan ini (rasa pahit, sepat, langu …).
Kurangnya selera kita terhadap menu sayuran memang berkaitan dengan sifat-sifat organoleptik ini. Apabila cita rasa lemak dan gula yang telah kita akrabi itu segera dikenali oleh otak kita sebagai pasokan energi secara cepat dan efisien, rasa pahit dan sepat pada bahan pangan tumbuhan tertentu itu ditafsirkan sebagai semacam ancaman yang mungkin merugikan kesehatan kita. Untungnya, refleks-refleks ini dikendalikan oleh otak primitif dan lambat laun terkikis akibat evolusi. Oleh karena itu, umat manusia telah mampu mengidentifikasi semakin banyak spesies tumbuhan yang secara aktif berkontribusi untuk menjaga kesehatan.
Seringkali kita dapat dengan sangat mudah menentukan fitokimia utama dalam bahan pangan tertentu dengan hanya melihat warna atau mengenali baunya. Misalnya, buah-buahan yang paling cerah warnanya merupakan sumber penting sebuah golongan molekul yang dikenal sebagai polifenol. Lebih dari empat ribu polifenol telah diidentifikasi. Molekul ini terutama banyak terdapat dalam minuman seperti red wine dan teh hijau, juga tumbuhan seperti anggur, apel, bawang, dan beri liar. Polifenol ditemukan pula dalam sejumlah tanaman obat dan rempah, maupun dalam sayuran dan biji-bijian. Kelas-kelas lain fitokimia dicirikan oleh baunya: aroma bawang putih yang digerus, atau kubis yang direbus itu disebabkan oleh adanya senyawa belerang (sulfida) dalam bahan pangan ini, sedangkan bau buah jeruk yang jauh lebih menyenangkan diasosiasikan dengan adanya terpen tertentu.
Kita akan membahas beberapa molekul berbeda ini secara mendetail dalam bab-bab berikut, tetapi satu fakta pantas kita segera pahami adalah: tingginya kadar berbagai macam golongan fitokimia dalam berbagai makanan memungkinkannya berfungsi sebagai zat-zat dalam pencegahan kanker. Maka, bahan pangan tersebut bisa disebut nutraseutikal. Dengan kata lain, sebuah nutraseutikal dapat dirumuskan sebagai setiap bahan pangan (buah-buahan, sayuran, minuman, atau produk fermentasi) yang mengandung dalam jumlah besar satu atau lebih molekul yang bersifat antikanker.
Konsep nutraseutikal memungkinkan kita memilih makanan yang diperlukan untuk dimasukan dalam pola makan yang mencegah kanker. Meskipun semua buah-buahan dan sayuran itu mengandung fitokimia tertentu, tetapi jumlah maupun sifat aktif senyawa-senyawa itu sangat beragam antara satu buah dan buah lainnya, atau antara satu sayuran dan sayuran lain.
Semua buah dan sayuran itu tidak diciptakan sama: yang berarti setiap jenis sayuran memiliki kandungan fitokimia aktif yang berbeda.
Misalnya, kentang atau wortel tak dapat dibandingkan dengan brokoli atau kailan, sebagaimana juga pisang tidak bisa dibandingkan dengan anggur atau kranberri. Ada perbedaan penting mengenai kadar senyawa-senyawa aktif yang terdapat dalam buah-buahan dan sayuran; malah ada pula fitokimia yang terkandung hanya dalam satu bahan pangan.
Ada hal penting yang perlu diperhatikan ketika mencoba memahami sifat-sifat antikanker pada buah-buahan dan sayuran. Anehnya, banyak fitokimia yang menunjukkan potensi pencegahan kanker paling tinggi hanya terdapat dalam beberapa pangan khusus
Isoflavon dalam kedelai, resveratrol dalam anggur, kurkumin dalam kunyit, isotiosianat dan indol dalam brokoli, atau katekin dalam teh hijau adalah molekul antikanker yang terdapat secara alami dalam sekelompok kecil bahan pangan. Dengan kata lain, pada umumnya, bila buah-buahan dan sayuran adalah bagian penting dari pola makan seimbang, kita harus pula memperhitungkan kandungan fitokimia buah atau sayur dalam pola makan tersebut guna mengurangi risiko kanker.
Maka, kita perlu memperluas jangkauan saran-saran ini sehingga mencakup tiga pangan alamiah yang mengadung kadar paling tinggi beberapa senyawa antikanker: teh hijau, kedelai, dan kunyit.
Selain studi-studi klinis yang memperlihatkan sifat-sifat antikanker molekul-molekul yang berkaitan dengan pangan ini (pokok bahasan bab-bab berikut), perlu dicatat adanya kondisi kebetulan mencolok lainnya: masyarakat dari budaya tertentu yang tercatat memiliki angka kematian akibat kanker paling rendah, terutama dari masyarakat Asia, ternyata masih secara teratur mengonsumsi teh hijau, kedelai dan kunyit yang memang sejak lama menjadi bahan utama diet tradisional mereka.
Ini menyiratkan bahwa pola makan ala Barat memerlukan perubahan revolusioner. Mengonsumsi menu dengan kombinasi makanan yang amat beragam, seperti: tomat, kubis, teh hijau, paprika, kunyit, kedelai, bawang putih, dan buah anggur dapatlah disamakan dengan mempraktikkan tradisi memasak global, baik di Eropa maupun Asia, yang telah berusia ribuan tahun menjadi pola makan yang sehat.
LEBIH DARIPADA SEKADAR ANTIOKSIDAN!
Sebelum melukiskan cara kerja fitokimia dalam mencegah kanker, ada suatu hal yang penting yang perlu dikemukakan. Senyawa-senyawa ini sesungguhnya lebih daripada sekadar antioksidan “sederhana”. Sekarang ini mustahil berbicara tentang sifat-sifat bermanfaat suatu makanan tanpa menyebut “potensi antioksidan” makanan tersebut atau tingginya kandungan antioksidan.
Memang, istilah itu sangat sering digunakan, dengan kandungan makna yang begitu sederhana, baik oleh pers ilmiah maupun oleh media populer, sehingga orang akan beranggapan bahwa satu-satunya fungsi pangan adalah menyediakan sumber antioksidan (juga vitamin tetapi kebanyakan vitamin juga bersifat antioksidan….). Maka, bisa dimaklumi bila kemudian orang awam dengan mudahnya akan mengatakan bahwa “gelar” antioksidan adalah apa yang membuat makanan tertentu berdampak baik atau buruk bagi kesehatan.
Apakah Antioksidan Itu ?
Oksigen yang terdapat dalam udara yang kita hirup bertindak sebagai bahan bakar bagi sel-sel kita dalam produksi energi kimiawi dalam bentuk molekul yang sangat penting, ATP (adenosin trifosfat).
Pembakaran ini tidak sempurna dan menghasilkan sejumlah besar “limbah”, yang biasa dikenal sebagai “radikal bebas”. Radikal bebas berbahaya bagi sel karena radikal bebas menyerang struktur sebagian besar komponen-komponen sel, terutama DNA, protein dan lipid, sehingga menyebabkan kerusakan.
Seiring dengan menuanya sel, sel bisa mengumpulkan lebih dari 50.000 lesi yang disebabkan oleh “tumbukan radikal bebas” – luka ini bisa menjurus ke berubahnya struktur DNA dan berperan dalam terbentuknya tumor.
Untuk sederhananya, kita dapat mendefinisikan antioksidan sebagai molekul yang mengubah radikal bebas menjadi produk sampingan yang tak berbahaya, dan dengan demikian mengurangi potensi mereka dalam pengrusakan sel. Sel-sel kita mengandung banyak zat dengan aktivitas antioksidan yang membantu melindungi mereka dari radikal bebas. Namun, ada orang-orang yang yakin bahwa pertahanan ini tidak cukup kuat untuk memerangi efek negatif penyerang beracun, baik dari makanan maupun dari lingkungan: misalnya radiasi ionisasi, sinar ultraviolet, asap rokok…
Menurut teori ini, menambahkan antioksidan ke dalam makanan kita sehari-hari akan memperkuat sistem pertahanan alami sel-sel kita, dan dengan demikian membantu melindungi mereka dari kanker. Teori ini tampak menarik dan masuk akal, namun teori ini akhirnya gugur.
Studi-studi di mana subjek penelitian diberi suplemen yang mengandung vitamin A dan E dosis tinggi memunculkan hasil yang mengejutkan: bukannya melindungi perokok dari kankker, antioksidan justru meningkatkan risiko terkena kanker.
Yang pasti, banyak fitokimia, terutama polifenol, memiliki struktur kimia yang ideal untuk mengikat radikal bebas. Zat-zat semacam itu adalah antioksidan yang jauh lebih ampuh daripada vitamin. Sebutir apel ukuran sedang misalnya, yang mengandung vitamin C relatif sedikit (sekitar 10 mg), memiliki potensi antioksidan yang setara dengan 2.250 mg (2,25 gr) vitamin C !
Dengan kata lain, ada korelasi yang lebih besar antara kandungan fitokimia “misalnya polifenol dalam buah dan sayur” dengan sifat antioksidan daripada korelasi antara vitamin dengan sifat antioksidan.
Di pihak lain, isotiosianat, kelompok senyawa lain yang manfaat pentingnya akan kita bahas dalam bab berikut, menunjukkan kinerja antioksidan yang sangat terbatas, meskipun senyawa ini tergolong molekul-molekul yang sangat potensial dalam menghambat pertumbuhan kanker. Kendati kegiatan antioksidan itu mantap sebagai sifat fitokimia, tetapi sifatini tidak dengan sendirinya menjadi sifat yang bertanggung jawab atas efek-efek biologis fitokimia. Misalnya, dua polifenol dengan kandungan antioksidan serupa bisa saja memberikan efek yang sangat berbeda terhadap sel kanker tertentu: polifenol pertama mampu menghambat kegiatan enzim utama, sedangkan polifenol yang lain praktis tidak memiliki efek apapun terhadap enzim itu. Teori antioksidan itu juga sesuai dengan informasi yang diperoleh dari penelitian selama beberapa dekade terakhir.
Sebutir kentang berkulit yang dipanggang dicatat mengandung empat kali lebih banyak kandungan antioksidannya daripada brokoli, dua belas kalinya daripada wortel. Namun, kentang itu sangat kecil potensinya sebagai makanan antikanker. Hal itu sama menyesatkannya bila kita menyimpulkan bahwa secangkir kopi akan memberikan manfaat kesehatan yang berarti, bila hanya menilik kandungan antioksidannya yang sepuluh kali lebih tinggi daripada segelas jus jeruk.
Memang, sifat-sifat antioksidan adalah ciri umum tanaman yang dapat dikonsumsi, yang mampu mengatasi efek merugikan radikal bebas. Radikal bebas bekerja dengan cara mengoksidasi dinding-dinding pembuluh darah, sehingga sering menyebabkan penyakit pembuluh darah. Bagaimanapun, akan sangat membantu bila kita juga mengetahui keterbatasan teori ini dan berhenti melihat makanan hanya sebagai sumber antioksidan ajaib itu.
Manfaat pola makan berdasarkan asupan harian nutraseutikal sesungguhnya mencerminkan hebatnya keragaman cara kerja berbagai senyawa dalam bahan pangan nabati. Lebih dari sekedar zat penetral radikal bebas, fitokimia juga dapat terlibat dalam banyak peristiwa penting yang berkaitan dengan pertumbuhan kanker. Banyak di antara molekul-molekul ini bekerja pada berbagai tingkatan. Ada senyawa aktif, misalnya yang terdapat dalam bawang putih dan kubis, yang bertindak mencegah aktifnya bahan-bahan karsinogen, sementara senyawa lain seperti beberapa jenis polifenol (misalnya resveratrol, kurkumin, genistein, atau berbagai katekin) mencegah perkembangan tumor dengan langsung mengganggu sel-sel tumor, atau mencegah terbentuknya pembuluh darah yang dibutuhkan tumor untuk pertumbuhan.
Dalam banyak segi, proses-proses yang dibidik oleh fitokimia mirip dengan proses-proses yang diserang molekul-molekul obat yang dirancang dengan persis dan yang sekarang sedang disintesiskan. Ini menggambarkan betapa pangan yang kaya akan molekul-molekul antikanker itu memiliki kemampuan kerja mirip obat-obat canggih.
Kombinasi senyawa-senyawa fitokimiawi semacam ini akan memberi sangat sedikit ruang bagi pertumbuhan tumor; bila kegiatan mutasi senyawa karsinogenik bisa dibatasi, sehingga pertumbuhan tumor-tumor mikro dapat dikendalikan, maka senyawa antikarsinogen ini berhasil mempertahankan tumor pada tahap primitif yang tidak membahayakan organismenya.
Ringkasan:
- Tumbuhan yang dapat dimakan (buah dan sayur) bukan hanya sumber vitamin dan mineral. Bahan pangan ini juga mengandung beribu-ribu senyawa fitokimia yang memainkan peran kunci dalam mempertahankan kesehatan tanaman-tanaman ini.
- Fitokimia memiliki potensi antikanker luarbiasa yang menghambat proses dalam perkembangan sebuah tumor.
- Sebuah diet yang berbasis konsumsi teratur bahan pangan kaya senyawa fitokimia merupakan senjata paling kuat dalam mencegah kanker.
Baca juga beberapa artikel penting berikut ini: